Senin, 28 Oktober 2013

PEMIKIRAN PELAKU DOSA BESAR



PEMIKIRAN TENTANG PELAKU DOSA BESAR
MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Kalam
Dosen Pembimbing : Miftahurrahman ,SHI

Disusun Oleh:
Harmi Yunia
Uswatun Hasanah

Program Studi Muamalah
JURUSAN SYARAIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AN-NAWAWI
PURWOREJO
2013

                 PEMIKIRAN TENTANG PELAKU DOSA BESAR
A.PENDAHULUAN
            Sebagaimana telah dijelaskan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persolan siapa yang pertama kali muncul dan siapa yang bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam. Persoaln ini kemudian menjadi perbincangan aliran kalam dengan konotasi yang lebih umum, yang menimpa status pelaku dosa besar. Kerangka berpikir yang digunakan setiap aliran ternyata mewarnai pandangan mereka tentang status pelaku dosa besar[1] dan berikut inilah pendangan mereka yang akan kami jabarkan pada makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH                    
1.Apa yang di maksud dengan dosa besar?
2. Bagaimana Sejarah lahirnya pemikiran pelaku dosa besar?


C. PEMBAHASAN
1.    Pengertian dosa besar
Perkataan dosa berasal dari bahasa sansekerta, yang dalam bahasa arabnya disebut az-zanbu, al-ismu atau al-jurmu. Menurut istilah ulama fukaha ( ahli hokum islam) dosa adalah akibat tidak melaksanakan perintah Allah SWT yang hukumnya wajib dan mengerjakan larangan Allah yang hukumnya haram.Ulama fukaha sepakat bahwa dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam dengan hukuman dunia, azab di akhirat, dan dilaknat oleh Allah SWT dan Rasulullah Saw. Dosa besar adalah perbuatan yang melanggar ajaran Islam yang sangat sulit untuk diampuni, sebab begitu besar dampak negatifnya baik bagi diri-sendiri maupun orang lain.
Tidak mudah untuk menentukan kriteria dosa besar dalam Al-Qur’an. Kesulitan itu tetap terasa, walaupun istilah-istilah yang biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan dosa telah dijelaskan sebelum ini. Di antara lima istilah tersebut, tidak satu pun yang secara eksplisit dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan dosa besar. Bila Al-Qur’an menyebut dosa besar, maka istilah-istilah tersebut di rangkai dengan kata kabir  atau adim (dua kata yang berarti besar). Oleh karena itu, ditemukan rangkaian kata-kata : isman adiman, isman kabiran, zanban adiman, khith’an kabiran, atau huban kabiran, untuk merujuk dosa-dosa besar. Dengan demikia, jika ditemukan kata ism, zanb, khith’ saja, maka tidak dihukumi sebagai dosa besar, tanpa melihat indikator lain yang dapat mengantarkan kita memahaminya sebagai dosa besar.[2]
2.        Sejarah lahirnya pemikiran pelaku dosa besar
            Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarakat islam sehingga mengakibatkan timbulnya perpecahan di kalangan umat islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak Khalifah Utsman bin Affan mengambil kebijakan  mengangkat anggota keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan penting, sehingga sebagian  besar masyarakat islam tidak senang dengan kebijakan tersebut. Puncaknya adalah saat Khalifah Utsman bin Affan terbunuh saat sedang membaca Al-Qur’an dirumahnya.
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah menggantikan Utsman bin Affan  ditolak dan ditentang oleh segelintir tokoh terkemuka sehingga peperangan tidak dapat dihindarkan, salah satunya perang siffin.[3]
3.        Pemikiran teologi pelaku dasa besar
a)         Aliran khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan kalam ,hal ini di karenakan kondisi geografis dan pemahaman tekstual atas nas-nas Al-Quran dan hadist mereka memandang memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni ali,muawiyah,Amr Bin Al-ash,Abu Musa Al as’ari adalah kafir.Semua pelaku dosa besar menurut sub-sekte khawarij kecuali najdah adalah kafir dan akan di sikasa di neraka selamanya,adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status menjadi kafir milah yang berati telah keluar dari islam.Mereeka kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainnya.
Walaupun secara umum subsekte aliran khawarij sependapat bahwa pelaku dosa besar di anggap kafir,masing-masing berbeda pendapat tentang pelaku dosa besaryang di beri predikat kafir.Hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga orang yang termasuk orang yang berbuat dosa besar.Berbuat zina,membunuh sesama manusia tanpa sebab,dan dosa besar lainya menyebabkan pelakunya telah keluar dari islam.[4]
b)        Aliran murji’ah
Pandangan aliran murji’ahn tentang status pelaku dosa besar dapat dilihat dari devinisi iman itu sehingga pandangan tiap sub-sekte tentang status doasa besar berbeda.Secara sub-sekte khawarij di bagi menjadi dua yakni,ekstrim dan moderat tetapi menurut Harun Nasutin sub-sekte murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak pada kalbu,. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dalam kalbu,segala ucapan dan perbuatan yang menyimpang dari kaidah agama tidak berati merusak keimananya ,bahkan keimananyan masih sempurna di mata Tuhan.
Di antara kalangan murji’ah yang berpendapat seperti di atas adalah Al-jami’ah,As- silikhiyah dan Al-yunusiah .Mereka berpandangan bahwa iman adalah tasdiq secara kalbu saja bukan secara demontratif .Kredo kelompok murjiah ekstrim yang terkenal adalah perbuatan maksiat tidak dapat menggugurkan sebagaimana ketaatan tidak membawa ke kufuran.Adapun murji’ah moderat  ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tuidak pula menjadi kafir ,meski di siksa di neraka ia tidak kekal di dalamnya dan masih terbuka kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya. Di antara sub-sekte murji’ah yang masuk dalam kategori ini adalah Abu Hanifah dan perngikutnya.[5]
c)         Aliran Muktazilah
Kemunculan aliran muktazilah dalam pemikiran teologi islam di awali oleh masalah yang hampir sama dengan kedua aliran yang telah di jelaskan di atas yakni mengenai status pelaku dosa besar apakah masih beriman atau menjadi kafir.Perbedaanya bila khawarij mengkafirkan dosa besar dan murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar,muktazilah tidak menentukan status dan prediakat yang pasti bagi pelaku dosa besar .Setiap pelaku dosa besar menurut muktazilah berada di posisi tengah di antara posisi mukmin dan kafir yang di maksud dosa besar menurut pandangan muktazilah adalah perbuatan yang ancamanya di sebutkan secara tegas dalam nas sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya,yaitu segala ketidak patuhan yang tidak tegas dalam nas,tampaknya muktazilah menjadikan ancaman sebagai kriteria bagi dosa besar maupun kecil.
d)        Aliran Asy’ariyah
Terhadap pelaku dosa besar agaknya Asy’ari sebagai wakil Ahl As-sunnah ,tidak mengkafirkan orang yang bersujud kebaitulalh walaupun melakukan dosa besar,seperti berzina dan mencuri menurutnya mereka sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki .Akan tetapi dosa besar itu di lakukanya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, yang dipandang telah kafir.
Adapun balasan diakhir kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertaubat maka menurut Al-Asy’ari. Hal ini bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosa-dosanya atau pelaku dosa besar tersebut itu mendapat syafaat nabi Muhammad Saw. Sehingga terbebas dari siksa neraka atau kebalikannya, yaitu tuhan memberikannya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu ia tidak akan kekal dineraka seperti orang kafir. Setelah penyiksaan terhadap dirinya sendiri selesai, ia akan dimasukkan kedalam surga.
e)         Aliran Al-Maturidiyah
Aliran Maturidiyah, baik samarkand maupun buhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperoleh diakhirat bergantung pada apa yang dilakukannya didunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya sepenuhnya diberikan kepada Allah. Jika menghendaki pelaku dosa besar tersebut, ia akan memasukkannya ke neraka, tetapi tidak kekal didalamnya.[6]
Berkaitan dengan persoalan ini Al-Maturridi sendiri sebagai peletak dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tersebut tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka wlaupun ia mati sebelum bertaubat, hal ini karena tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan bagi manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal didalam neraka adalah bagi mereka yang melakukan dosa syirik. Karena itu dosa besar atau selain syirik tidaklah menjadikan seorang kafir atau murtad.
f)         Aliran Syi’ah Zaidiyah
Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika dia belum taubat yang sesungguhnya. Dalam hal ini syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan suatu yang aneh, mengingat wasir bin atha, salah seorang pemimpin Mu’tazilah mempunyai hubungan dekat dengan Zaid.

D.Kesimpulan
            Aliran yang berpandangan bahwa pelaku dosa besar masih tetap mukmin, menjelaskan andaikata dimasukkan kedalam neraka, ia tak akan kekal didalamnya. Sebaliknya aliran yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar bukan lagi momen berpendapat bahwa diakhirat pelaku dosa besar bukan lagi mukmin, bahwa diakhirat ia akan diamsukkan ke neraka dan kekal didalamnya. Oleh sebab itu balasan yang diperolehnya diakhirat tidak sama dengan orang mukmin dan tidak serupa dengan orang kafir. Penting dicatat bahwa terdapat dua kubu utama yakni kubu radikal dan kubu moderat, dibagian kubu radikal diwakili oleh Khawarij dan Mu’tazilah sedangkan sisanya merupakan kubu muderat.[7]


                                       DAFTAR PUSTAKA
Rozak,abdul Dan Rosihan Anwar.2001.ilmu kalam.Bandung:Pustaka setia
Nasution,Harun.1986.Teologi Islam.:Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta:UI Press










                         


[1] Abdul Rozak Dan Rosihan Anwar.ilmu kalam.(Bandung:Pustaka setia2001)Hal133
[3]Abdul Rozak dan Rosihon Anwar.Ilmu Kalam.(Bandung:Pustaka Setia2009)hal142-143
[4] Harun Nasution,Teologi Islam.:Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.UI Press,jakarta,1986.hal 14
[5] Ibid ,hal 136
[6] Ibid,hal 138
[7] Abdul Rozak Dan Rosihan Anwar.ilmu kalam.(Bandung:Pustaka setia2001)Hal133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar