PEMIKIRAN TENTANG PELAKU DOSA BESAR
MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Kalam
Dosen Pembimbing : Miftahurrahman ,SHI
![](file:///C:\Users\Acer\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Disusun Oleh:
Harmi Yunia
Uswatun
Hasanah
Program Studi Muamalah
JURUSAN SYARAIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AN-NAWAWI
PURWOREJO
2013
PEMIKIRAN TENTANG PELAKU DOSA
BESAR
A.PENDAHULUAN
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persolan siapa yang pertama
kali muncul dan siapa yang bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari
islam. Persoaln ini kemudian menjadi perbincangan aliran kalam dengan konotasi
yang lebih umum, yang menimpa status pelaku dosa besar. Kerangka berpikir yang
digunakan setiap aliran ternyata mewarnai pandangan mereka tentang status
pelaku dosa besar[1]
dan berikut inilah pendangan mereka yang akan kami jabarkan pada makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa yang di maksud dengan dosa besar?
2. Bagaimana Sejarah lahirnya pemikiran
pelaku dosa besar?
C. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
dosa besar
Perkataan dosa
berasal dari bahasa sansekerta, yang dalam bahasa arabnya disebut az-zanbu,
al-ismu atau al-jurmu. Menurut istilah ulama fukaha ( ahli hokum islam) dosa adalah
akibat tidak melaksanakan perintah Allah SWT yang hukumnya wajib dan mengerjakan
larangan Allah yang hukumnya haram.Ulama fukaha sepakat bahwa dosa besar adalah
dosa yang pelakunya diancam dengan hukuman dunia, azab di akhirat, dan dilaknat
oleh Allah SWT dan Rasulullah Saw. Dosa besar adalah perbuatan yang melanggar
ajaran Islam yang sangat sulit untuk diampuni, sebab begitu besar dampak
negatifnya baik bagi diri-sendiri maupun orang lain.
Tidak mudah
untuk menentukan kriteria dosa besar dalam Al-Qur’an. Kesulitan itu tetap
terasa, walaupun istilah-istilah yang biasa diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia dengan dosa telah dijelaskan sebelum ini. Di antara lima istilah
tersebut, tidak satu pun yang secara eksplisit dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan dosa besar. Bila Al-Qur’an menyebut dosa besar, maka
istilah-istilah tersebut di rangkai dengan kata kabir atau adim (dua kata yang berarti besar). Oleh
karena itu, ditemukan rangkaian kata-kata : isman adiman, isman kabiran, zanban
adiman, khith’an kabiran, atau huban kabiran, untuk merujuk dosa-dosa besar.
Dengan demikia, jika ditemukan kata ism, zanb, khith’ saja, maka tidak dihukumi
sebagai dosa besar, tanpa melihat indikator lain yang dapat mengantarkan kita
memahaminya sebagai dosa besar.[2]
2.
Sejarah
lahirnya pemikiran pelaku dosa besar
Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW
pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan politik
dalam masyarakat islam sehingga mengakibatkan timbulnya perpecahan di kalangan
umat islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak Khalifah Utsman bin Affan
mengambil kebijakan mengangkat anggota
keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan penting,
sehingga sebagian besar masyarakat islam
tidak senang dengan kebijakan tersebut. Puncaknya adalah saat Khalifah Utsman
bin Affan terbunuh saat sedang membaca Al-Qur’an dirumahnya.
Pengangkatan Ali
bin Abi Thalib menjadi khalifah menggantikan Utsman bin Affan ditolak dan ditentang oleh segelintir tokoh
terkemuka sehingga peperangan tidak dapat dihindarkan, salah satunya perang
siffin.[3]
3.
Pemikiran
teologi pelaku dasa besar
a)
Aliran
khawarij
Ciri yang
menonjol dari aliran khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan
persoalan kalam ,hal ini di karenakan kondisi geografis dan pemahaman tekstual
atas nas-nas Al-Quran dan hadist mereka memandang memandang bahwa orang-orang yang
terlibat dalam peristiwa tahkim yakni ali,muawiyah,Amr Bin Al-ash,Abu
Musa Al as’ari adalah kafir.Semua pelaku dosa besar menurut sub-sekte khawarij
kecuali najdah adalah kafir dan akan di sikasa di neraka selamanya,adapun
pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status menjadi kafir
milah yang berati telah keluar dari islam.Mereeka kekal di neraka bersama
orang-orang kafir lainnya.
Walaupun secara
umum subsekte aliran khawarij sependapat bahwa pelaku dosa besar di anggap
kafir,masing-masing berbeda pendapat tentang pelaku dosa besaryang di beri
predikat kafir.Hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga orang yang
termasuk orang yang berbuat dosa besar.Berbuat zina,membunuh sesama manusia
tanpa sebab,dan dosa besar lainya menyebabkan pelakunya telah keluar dari
islam.[4]
b)
Aliran
murji’ah
Pandangan aliran
murji’ahn tentang status pelaku dosa besar dapat dilihat dari devinisi iman itu
sehingga pandangan tiap sub-sekte tentang status doasa besar berbeda.Secara
sub-sekte khawarij di bagi menjadi dua yakni,ekstrim dan moderat tetapi menurut
Harun Nasutin sub-sekte murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan
bahwa keimanan terletak pada kalbu,. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya
merupakan refleksi dalam kalbu,segala ucapan dan perbuatan yang menyimpang dari
kaidah agama tidak berati merusak keimananya ,bahkan keimananyan masih sempurna
di mata Tuhan.
Di antara
kalangan murji’ah yang berpendapat seperti di atas adalah Al-jami’ah,As-
silikhiyah dan Al-yunusiah .Mereka berpandangan bahwa iman adalah tasdiq
secara kalbu saja bukan secara demontratif .Kredo kelompok murjiah ekstrim yang
terkenal adalah perbuatan maksiat tidak dapat menggugurkan sebagaimana ketaatan
tidak membawa ke kufuran.Adapun murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku
dosa besar tuidak pula menjadi kafir ,meski di siksa di neraka ia tidak kekal
di dalamnya dan masih terbuka kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya.
Di antara sub-sekte murji’ah yang masuk dalam kategori ini adalah Abu Hanifah
dan perngikutnya.[5]
c)
Aliran
Muktazilah
Kemunculan
aliran muktazilah dalam pemikiran teologi islam di awali oleh masalah yang
hampir sama dengan kedua aliran yang telah di jelaskan di atas yakni mengenai
status pelaku dosa besar apakah masih beriman atau menjadi kafir.Perbedaanya
bila khawarij mengkafirkan dosa besar dan murji’ah memelihara keimanan pelaku
dosa besar,muktazilah tidak menentukan status dan prediakat yang pasti bagi
pelaku dosa besar .Setiap pelaku dosa besar menurut muktazilah berada di posisi
tengah di antara posisi mukmin dan kafir yang di maksud dosa besar menurut
pandangan muktazilah adalah perbuatan yang ancamanya di sebutkan secara tegas
dalam nas sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya,yaitu segala ketidak patuhan
yang tidak tegas dalam nas,tampaknya muktazilah menjadikan ancaman sebagai
kriteria bagi dosa besar maupun kecil.
d)
Aliran
Asy’ariyah
Terhadap pelaku
dosa besar agaknya Asy’ari sebagai wakil Ahl As-sunnah ,tidak mengkafirkan
orang yang bersujud kebaitulalh walaupun melakukan dosa besar,seperti berzina
dan mencuri menurutnya mereka sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang
mereka miliki .Akan tetapi dosa besar itu di lakukanya dengan anggapan bahwa
hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, yang dipandang
telah kafir.
Adapun balasan
diakhir kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat
bertaubat maka menurut Al-Asy’ari. Hal ini bergantung pada kebijakan Tuhan Yang
Maha Berkehendak mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosa-dosanya atau pelaku
dosa besar tersebut itu mendapat syafaat nabi Muhammad Saw. Sehingga terbebas
dari siksa neraka atau kebalikannya, yaitu tuhan memberikannya siksaan neraka
sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu ia tidak akan
kekal dineraka seperti orang kafir. Setelah penyiksaan terhadap dirinya sendiri
selesai, ia akan dimasukkan kedalam surga.
e)
Aliran
Al-Maturidiyah
Aliran
Maturidiyah, baik samarkand maupun buhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa
besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun
balasan yang diperoleh diakhirat bergantung pada apa yang dilakukannya didunia.
Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya sepenuhnya diberikan
kepada Allah. Jika menghendaki pelaku dosa besar tersebut, ia akan
memasukkannya ke neraka, tetapi tidak kekal didalamnya.[6]
Berkaitan dengan
persoalan ini Al-Maturridi sendiri sebagai peletak dasar aliran kalam
Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tersebut
tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka wlaupun ia mati sebelum bertaubat,
hal ini karena tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan bagi manusia
sesuai dengan perbuatannya. Kekal didalam neraka adalah bagi mereka yang
melakukan dosa syirik. Karena itu dosa besar atau selain syirik tidaklah
menjadikan seorang kafir atau murtad.
f)
Aliran
Syi’ah Zaidiyah
Penganut Syi’ah
Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka,
jika dia belum taubat yang sesungguhnya. Dalam hal ini syi’ah Zaidiyah memang
dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan suatu yang aneh, mengingat wasir bin atha,
salah seorang pemimpin Mu’tazilah mempunyai hubungan dekat dengan Zaid.
D.Kesimpulan
Aliran yang berpandangan bahwa
pelaku dosa besar masih tetap mukmin, menjelaskan andaikata dimasukkan kedalam
neraka, ia tak akan kekal didalamnya. Sebaliknya aliran yang berpendapat bahwa
pelaku dosa besar bukan lagi momen berpendapat bahwa diakhirat pelaku dosa
besar bukan lagi mukmin, bahwa diakhirat ia akan diamsukkan ke neraka dan kekal
didalamnya. Oleh sebab itu balasan yang diperolehnya diakhirat tidak sama
dengan orang mukmin dan tidak serupa dengan orang kafir. Penting dicatat bahwa
terdapat dua kubu utama yakni kubu radikal dan kubu moderat, dibagian kubu
radikal diwakili oleh Khawarij dan Mu’tazilah sedangkan sisanya merupakan kubu
muderat.[7]
DAFTAR
PUSTAKA
Rozak,abdul
Dan Rosihan Anwar.2001.ilmu kalam.Bandung:Pustaka setia
Nasution,Harun.1986.Teologi
Islam.:Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta:UI Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar