INGKAR AS-SUNNAH
MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Hadis
Dosen Pembimbing : Akhmad Muhaini,SHI.MSI.
Disusun Oleh:
Harmi Yunia
Wiji Lestari
Program Studi Muamalah
JURUSAN SYARAIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AN-NAWAWI
PURWOREJO
2013
INKAR SUNNAH
A. Pendahuluan
Hadis Nabi SAW telah disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam
sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah kitab suci al-Qur’an. Berbeda dengan
al-Qur’an yang semua ayat-ayatnya disampaikan oleh Nabi saw secara mutawatir
dan telah ditulis serta dikumpulkan sejak zaman Nabi saw masih hidup, serta
dibukukan secara resmi sejak zaman khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, sebagian
besar Hadis Nabi saw pengkodifikasiannya baru dilakukan pada masa khalifah Umar
bin Abdul Azis, salah seorang khalifah Bani Umayyah.
Secara paradigma pemikiran dan pemahaman, sejarah Inkar Sunnah
memang sangat erat dengan golongan Khawarij, Muktazilah, dan Syiah . Dan dari
segi benih kemunculan, mereka sudah tampak sejak masa sahabat.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Ingkar As-Sunnah?
2.
Bagaimanakah sejarah Inkarussunnah?
C.
Pembahasan
1.
Pengertian Ingkar As-Sunnah
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar
dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal
darikata kerja, ankara-yunkiru.
Sedangkan Sunnah, menurut bahasa
mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau
tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah
dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam
masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai
sumber dan dasar syari’at Islam.[2]
Ingkar As-sSunnah
adalah sebuah sikap penolakan terhadap Sunnah Rasul, baik
sebagian maupun keseluruhan. Penyebutan Ingkar As-Sunnah tidak semata-mata berarti
penolakan total terhadap Sunnah. Penolakan terhadap sebagian Sunnah pun
termasuk dalam kategori Ingkar As-Sunnah, termasuk di dalamnya penolakan yang
berawal dari sebuah konsep berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang
diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang
sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama Hadis dan Fiqh.[3]
2.
Sejarah Perkembangan Ingkar As-sunnah
a.
Ingkar As-Sunnah Klasik
Pada masa
sahabat, seperti di tuturkan oleh imam Al-Hasan Al-Bashri, ada sahabat yang
kurang begitu memperhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW, yaitu ketika sahabat Imran
bin Hushain sedang mengajarkan hadis. Tiba-tiba, ada seseorang yang meminta
agar ia tidak usah mengajarkan hadis, tetapi cukup mengajarkan Al-Quran saja.
Jawab Imran “ Tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan anda hanya memakai
Al-Quran, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Quran bahwa salat Dzuhur itu
empat rakaat, Ashar empat rakaat dan Maghrib tiga rakaat? apabila anda hanya
memakai Al-Quran, dari mana anda tahu bahwa tawaf (mengelilingi ka’bah) dan
sai’ antara Shafa dan Marwa itu tujuh kali? ”.
Mendengar jawaban itu, orang tersebut berkata, ”anda telah
menyadarkan saya. mudah-mudahan Allah selalu menyadarkan anda, akhirnya,
sebelum wafat orang itu menjadi ahli fiqh.”[4]
Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu adanya
sekelompok muslim yang berpandangan tidak percaya terhadap Sunnah Nabi Muhammad
SAW. Dan tidak menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada akhir
tujuh puluhan, kelompok tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan
pahamnya dengan nama, misalnya, Jama’ah
al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah
al-Qur’an dan Ingkar Sunnah,
sama-sama hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam melaksanakan agama
Islam, baik dalam masalah akidah maupun hal-hal lainnya. Mereka menolak dan
mengingkari sunnah sebagai landasan
agama.[5]
Beberapa pendapat tentang Sunnah menurut Khawarij, Syiah,
Mu’tazilah:
1)
Khawarij dan Sunnah
Dari sudut kebahasaan, kata
Khawarij merupakan bentuk jamak dari kata Kharij, yang berarti sesuatu yang
keluar. Sementara pengertian menurut terminologis adalah golongan tertentu yang
memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib r.a. Di tuturkan pendapat
Khawarij bahwa hadis-hadis yang di riwayatkan para sahabat-sahabat sebelum
kejadian Fitnah diterima oleh Khawarij, dengan alasan bahwa sebelum kejadian
itu para sahabat di nilai sebagai orang yang ‘adl. Namun sesudah kejadian Fitnah
tersebut, kelompok Khawarij menilai mayoritas sahabat sudah keluar dari islam. Hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh para sahabat sesudah kejadian itu di tolak oleh kelompok
Khawarij.
2)
Syiah dan Sunnah
Syiah adalah kelompok yang menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib r.a.
lebih utama daripada khalifah sebelumnya. Kelompok ini menerima Hadis Nabawi
sebagai salah satu sumber syariat Islam, hanya saja perbedaan mendasar
antara kelompok syiah ini dengan golongan Ahl-Sunnah, yaitu dalam hal penetapan
hadis.
3)
Mu’tazilah dan Sunnah
Mu’tazilah adalah golongan yang mengasingkan diri dari mayoritas
umat Islam karena mereka berpendapat bahwa seorang muslim Fasiq tidak
dapat di sebut Mu’min atau Kafir. Madzhab Mu’tazilah tidak ndapat di sebut
sebagai pengingkar Sunnah, sebaliknya mereka menerima Sunnah seperti halnya
matoritas umat Islam. [6]
4)
Pembela Sunnah
Pada masa klasik, imam Syafi’i telah memainkan peranannya dalam
menundukkan kelompok Ingkar Sunnah. seperti yang telah di sebutkan dalam
kitabnya Al-Umm, beliau menuturkan pendebatnya
degan orang yang menolak hadis. Setelah melalui perdebatan panjang,
rasional,ilmiah pengingkar Sunnah tersebut akhirnya tunduk dan menyatakan
menerima Hadis, oleh karena itu, Imam Syafi’i di juluki sebagai Nashir
As-Sunnah ( pembela Sunnah ).[7]
b.
Ingkar sunnah Masa
Kini
Sejak abad ketiga
sampai abad keempat belas Hijriah, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa di kalangan umat Islam
terdapat pemikiran-pemikiran untuk menolak Sunnah sebagai salah satu sumber
syariat Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk
menolak Sunnah yang muncul pada abad 1 H( Ingkarrussunnah klasik ) sudah lenyap
ditelan masa pada abad III H.
Pada abad
keempat belas hijriah, pemikiran seperti itu muncul kembali kepermukaan, dan
kali ini berbeda dengan Ingkarrussunnah klasik. Apabila Ingkarrussunnah klasik
muncul di Basrah, irak akibat ketidaktahuan sementra orang terhadp fungsi dan
kedudukan Sunnah, Ingkarrussunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh
pemikir kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
Menurut Mustafa
Azami ingkarrussunnah modern muncul di Kairo Mesir pada masa Syeikh Muhammad
Abduh (1266-1323 H/1849-1905). Dengan kata lain, Syeikh Muhammad Abduh adalah
orang yang pertama kali melontarkan gagasan Ingkarrussunnah pada masa modern.
Abu Rayyah menuturkan bahwa Syeikh Muhammad Abduh bekata ” umat islam pada masa
sekarang ini tidak mempunyai Iman selain Al-Quran, dan Islam yang benar adalah
Islam pada masa awal sebelum terjadinya Fitnah ( perpecahan ) ”. Abu
Rayyah dalam menolak Sunnah banyak merujuk pada pendapat Syeikh Muhammad Abduh.[8]
Tokoh
“ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di
Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang
Setio Groho (karyawan Inilever), Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf
Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis (karyawan kantor Departemen Agama Padang
Panjang).[9]
3.
Lemahnya Argumen Para Pengingkar
Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para
pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai
dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu
landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara keseluruhan.
Menurut al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang
sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits
adalah menerangkan secara tehnis tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian
surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber
ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak
hadits ahad sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah
zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu
berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali
tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil
penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan didasarkan pada
khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat dipertanggung
jawabkan.[10]
4.
Argumentasi dan Bantahan Para Ulama Terhadap Ingkarussunnah
a.
Argumentasi Ingkarussunnah
1.
Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal
yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama
itu tidak pasti. Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari Hadis
khususnya Hadis Ahad bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada
peringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan hadis di samping
Al-Quran Islam akan bersifat ketidakpastian.
2.
Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syari’at Islam, tidak ada dallil lain, kecuali Al-Quran. Jika
kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan berarti kita secara tegas
mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara
tuntas. Oleh karena itu, dalam syari’at Allah tidak mungkin diambil pegangan
lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
3.
Al-Quran Tidak Memerlukan
Penjelas
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran
merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah berfirman: Kami turunkan
kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Q.S.
An-Nahl [16]: 89) Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepadamu
dengan terperinci. (Q.S. Al-An’am [6]: 114)
uötósùr& «!$# ÓÈötGö/r&
$VJs3ym
uqèdur üÏ%©!$# tAtRr&
ãNà6øs9Î) |=»tGÅ3ø9$#
Wx¢ÁxÿãB 4 tûïÏ%©!$#ur
ÞOßg»oY÷s?#uä |=»tGÅ3ø9$#
tbqßJn=ôèt
¼çm¯Rr&
×A¨t\ãB `ÏiB y7Îi/¢
Èd,ptø:$$Î/
( xsù ¨ûsðqä3s?
ÆÏB tûïÎtIôJßJø9$#
ÇÊÊÍÈ
Artinya: Maka Patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah,
Padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan
terperinci? orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka
mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah
kamu sekali-kali Termasuk orang yang ragu-ragu.
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingat Sunnah, baik dulu
maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan
penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-orang yang
menolak hadis secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[11]
b.
Bantahan Ulama
Abdullah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah
tidak termasuk orang beriman bahkan dia orang Kafir. Hal ini sesuai dengan Hadits
Rasulullah SAW. Yang di riwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut: “Jika
kamu bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti
kamu meninggalkan Sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari
siapapun untuk menentang perintah yang diketahui berasal dari Rasul. Allah
telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala
persoalan agama dan memberikan bukti bahwa Sunnah menjelaskan setiap makna dari
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul
mempunyai tugas yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang
Kitabullah, baik dari segi ayat maupun hukumnya. Orang yang ingin memperdalam
pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui hal-hal yang ada dalam Sunnah, baik
dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh
yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah Shalat.[12]
Kesimpulan
Dari pemaparan
di atas dapat di simpulkan bahwasanya Ingkar
As-Sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap Sunnah Rasul, baik
sebagian maupun keseluruhan. Inkar as Sunnah muncul pada dasawarsa tujuh dan orang yang inkar sunnah
itu tidak mengetahui fungsi dan kedudukan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Siba’I Mustafa.1993. Sunnah dan
Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, Jakarta:
Pustaka Pirdaus
Solahudin, Agus
dan Agus Suryadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: pustaka Setia
Sulaiman Noor PL.2008. Antologi Ilmu
Hadits, Jakarta: Gaung Persada Press
http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/inkarussunnah-smt-2sjb/
http://images.Zanikhan.multiply.multiplycontent.com
[1] Nurlaila.http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/inkarussunnah-smt-2sjb/
[2] Prof. Dr. H. M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Penerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008, hlm. 200.
[3] Agus solahudin
dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 207
[4] ibid.
hal. 208
[6] Agus solahudin
dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 213
[7] Ibid
[8] Agus solahudin
dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 216
[10] Mustafa Siba’I, Sunnah dan
Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid,
Jakarta:
Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.
[11] Agus solahudin
dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 221
[12]
http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/inkarussunnah-smt-2sjb/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar