Senin, 28 Oktober 2013

INGKAR AS-SUNNAH

INGKAR AS-SUNNAH
MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Hadis
Dosen Pembimbing : Akhmad Muhaini,SHI.MSI.

Disusun Oleh:
Harmi Yunia
Wiji Lestari

Program Studi Muamalah
JURUSAN SYARAIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AN-NAWAWI
PURWOREJO
2013

INKAR SUNNAH

A.    Pendahuluan
Hadis Nabi SAW telah disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah kitab suci al-Qur’an. Berbeda dengan al-Qur’an yang semua ayat-ayatnya disampaikan oleh Nabi saw secara mutawatir dan telah ditulis serta dikumpulkan sejak zaman Nabi saw masih hidup, serta dibukukan secara resmi sejak zaman khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, sebagian besar Hadis Nabi saw pengkodifikasiannya baru dilakukan pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis, salah seorang khalifah Bani Umayyah.
Secara paradigma pemikiran dan pemahaman, sejarah Inkar Sunnah memang sangat erat dengan golongan Khawarij, Muktazilah, dan Syiah . Dan dari segi benih kemunculan, mereka sudah tampak sejak masa sahabat.[1]


B.     Rumusan Masalah
1.        Apakah yang dimaksud dengan Ingkar As-Sunnah?
2.        Bagaimanakah sejarah Inkarussunnah?






C.    Pembahasan
1.      Pengertian Ingkar As-Sunnah
 Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal darikata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber dan dasar syari’at Islam.[2]
Ingkar As-sSunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap Sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhan. Penyebutan Ingkar As-Sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap Sunnah. Penolakan terhadap sebagian Sunnah pun termasuk dalam kategori Ingkar As-Sunnah, termasuk di dalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama Hadis dan Fiqh.[3]
2.      Sejarah Perkembangan Ingkar As-sunnah
a.       Ingkar As-Sunnah Klasik
Pada masa sahabat, seperti di tuturkan oleh imam Al-Hasan Al-Bashri, ada sahabat yang kurang begitu memperhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW, yaitu ketika sahabat Imran bin Hushain sedang mengajarkan hadis. Tiba-tiba, ada seseorang yang meminta agar ia tidak usah mengajarkan hadis, tetapi cukup mengajarkan Al-Quran saja. Jawab Imran “ Tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan anda hanya memakai Al-Quran, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Quran bahwa salat Dzuhur itu empat rakaat, Ashar empat rakaat dan Maghrib tiga rakaat? apabila anda hanya memakai Al-Quran, dari mana anda tahu bahwa tawaf (mengelilingi ka’bah) dan sai’ antara Shafa dan Marwa itu tujuh kali? ”.
Mendengar jawaban itu, orang tersebut berkata, ”anda telah menyadarkan saya. mudah-mudahan Allah selalu menyadarkan anda, akhirnya, sebelum wafat orang itu menjadi ahli fiqh.”[4]
Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu adanya sekelompok muslim yang berpandangan tidak percaya terhadap Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan tidak menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada akhir tujuh puluhan, kelompok tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan pahamnya dengan nama, misalnya, Jama’ah al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan Ingkar Sunnah, sama-sama hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun hal-hal lainnya. Mereka menolak dan mengingkari sunnah sebagai landasan agama.[5]
Beberapa pendapat tentang Sunnah menurut Khawarij, Syiah, Mu’tazilah:
1)      Khawarij dan Sunnah
 Dari sudut kebahasaan, kata Khawarij merupakan bentuk jamak dari kata Kharij, yang berarti sesuatu yang keluar. Sementara pengertian menurut terminologis adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib r.a. Di tuturkan pendapat Khawarij bahwa hadis-hadis yang di riwayatkan para sahabat-sahabat sebelum kejadian Fitnah diterima oleh Khawarij, dengan alasan bahwa sebelum kejadian itu para sahabat di nilai sebagai orang yang ‘adl. Namun sesudah kejadian Fitnah tersebut, kelompok Khawarij menilai mayoritas sahabat sudah keluar dari islam. Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat sesudah kejadian itu di tolak oleh kelompok Khawarij.
2)      Syiah dan Sunnah
Syiah adalah kelompok yang menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib r.a. lebih utama daripada khalifah sebelumnya. Kelompok ini menerima Hadis Nabawi sebagai salah satu sumber syariat Islam, hanya saja perbedaan mendasar antara kelompok syiah ini dengan golongan Ahl-Sunnah, yaitu dalam hal penetapan hadis.
3)      Mu’tazilah dan Sunnah
Mu’tazilah adalah golongan yang mengasingkan diri dari mayoritas umat Islam karena mereka berpendapat bahwa seorang muslim Fasiq tidak dapat di sebut Mu’min atau Kafir. Madzhab Mu’tazilah tidak ndapat di sebut sebagai pengingkar Sunnah, sebaliknya mereka menerima Sunnah seperti halnya matoritas umat Islam. [6]
4)      Pembela Sunnah
Pada masa klasik, imam Syafi’i telah memainkan peranannya dalam menundukkan kelompok Ingkar Sunnah. seperti yang telah di sebutkan dalam kitabnya Al-Umm, beliau menuturkan pendebatnya  degan orang yang menolak hadis. Setelah melalui perdebatan panjang, rasional,ilmiah pengingkar Sunnah tersebut akhirnya tunduk dan menyatakan menerima Hadis, oleh karena itu, Imam Syafi’i di juluki sebagai Nashir As-Sunnah ( pembela Sunnah ).[7]
b.      Ingkar sunnah Masa Kini
Sejak abad ketiga sampai abad keempat belas Hijriah, tidak ada catatan sejarah  yang menunjukkan bahwa di kalangan umat Islam terdapat pemikiran-pemikiran untuk menolak Sunnah sebagai salah satu sumber syariat Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak Sunnah yang muncul pada abad 1 H( Ingkarrussunnah klasik ) sudah lenyap ditelan masa pada abad III H.
Pada abad keempat belas hijriah, pemikiran seperti itu muncul kembali kepermukaan, dan kali ini berbeda dengan Ingkarrussunnah klasik. Apabila Ingkarrussunnah klasik muncul di Basrah, irak akibat ketidaktahuan sementra orang terhadp fungsi dan kedudukan Sunnah, Ingkarrussunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikir kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
Menurut Mustafa Azami ingkarrussunnah modern muncul di Kairo Mesir pada masa Syeikh Muhammad Abduh (1266-1323 H/1849-1905). Dengan kata lain, Syeikh Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan Ingkarrussunnah pada masa modern. Abu Rayyah menuturkan bahwa Syeikh Muhammad Abduh bekata ” umat islam pada masa sekarang ini tidak mempunyai Iman selain Al-Quran, dan Islam yang benar adalah Islam pada masa awal sebelum terjadinya Fitnah ( perpecahan ) ”. Abu Rayyah dalam menolak Sunnah banyak merujuk pada pendapat Syeikh Muhammad Abduh.[8]
Tokoh “ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang Setio Groho (karyawan Inilever), Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis (karyawan kantor Departemen Agama Padang Panjang).[9]
3.      Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara keseluruhan. Menurut al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara tehnis tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.[10]

4.      Argumentasi dan Bantahan Para Ulama Terhadap Ingkarussunnah
a.         Argumentasi Ingkarussunnah
1.      Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti. Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari Hadis khususnya Hadis Ahad bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan hadis di samping Al-Quran Islam akan bersifat ketidakpastian.
2.    Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syari’at Islam, tidak ada dallil lain, kecuali Al-Quran. Jika kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan berarti kita secara tegas mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara tuntas. Oleh karena itu, dalam syari’at Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
3.    Al-Quran  Tidak Memerlukan Penjelas
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah berfirman: Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Q.S. An-Nahl [16]: 89) Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepadamu dengan terperinci. (Q.S. Al-An’am [6]: 114)
 uŽötósùr& «!$# ÓÈötGö/r& $VJs3ym uqèdur üÏ%©!$# tAtRr& ãNà6øŠs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Wx¢ÁxÿãB 4 tûïÏ%©!$#ur ÞOßg»oY÷s?#uä |=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=ôètƒ ¼çm¯Rr& ×A¨t\ãB `ÏiB y7Îi/¢ Èd,ptø:$$Î/ ( Ÿxsù ¨ûsðqä3s? šÆÏB tûïÎŽtIôJßJø9$# ÇÊÊÍÈ  
Artinya: Maka Patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, Padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali Termasuk orang yang ragu-ragu.
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingat Sunnah, baik dulu maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-orang yang menolak hadis secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[11]
b.        Bantahan Ulama
Abdullah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak termasuk orang beriman bahkan dia orang Kafir. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah SAW. Yang di riwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut: “Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan Sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91). Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari siapapun untuk menentang perintah yang diketahui berasal dari Rasul. Allah telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala persoalan agama dan memberikan bukti bahwa Sunnah menjelaskan setiap makna dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat maupun hukumnya. Orang yang ingin memperdalam pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui hal-hal yang ada dalam Sunnah, baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah Shalat.[12]







Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwasanya Ingkar As-Sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap Sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhan. Inkar as Sunnah muncul pada dasawarsa tujuh dan orang yang inkar sunnah itu tidak mengetahui fungsi dan kedudukan sunnah.






















 DAFTAR PUSTAKA
 Siba’I Mustafa.1993. Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam,  Jakarta:        
Pustaka Pirdaus
Solahudin, Agus dan Agus Suryadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: pustaka Setia
Sulaiman Noor PL.2008. Antologi Ilmu Hadits, Jakarta: Gaung Persada Press 

http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/inkarussunnah-smt-2sjb/
           
  http://images.Zanikhan.multiply.multiplycontent.com





[1] Nurlaila.http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/inkarussunnah-smt-2sjb/
[2] Prof. Dr. H. M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I,  Penerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008, hlm. 200.

[3] Agus solahudin dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 207
[4] ibid. hal. 208
                [5] http://images.Zanikhan.multiply.multiplycontent.com
[6] Agus solahudin dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 213
[7] Ibid
[8] Agus solahudin dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 216
                 [9] http://images.Zanikhan.multiply.multiplycontent.com
[10] Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.

[11] Agus solahudin dan Agus suryadi. Ulumul Hadis. (Pustaka Setia. Bandung) 2008. hal. 221
[12] http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/inkarussunnah-smt-2sjb/